TBNews Sumbar — Pemerintah Kabupaten Agam menggelar sosialisasi penting, terkait status lahan Eks Hak Guna Usaha (HGU) No. 1 Tahun 1988 milik PT Inang Sari. Yang kini menuai kontroversi akibat klaim penguasaan oleh kelompok masyarakat.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Utama Kantor Bupati Agam ini menghadirkan berbagai unsur pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat, hingga pihak perusahaan. (3/6/2025).
Kegiatan tersebut dibuka sekitar pukul 14.30 WIB, berdasarkan undangan resmi dari Sekretaris Daerah Kabupaten Agam. Sebagai upaya menjaga transparansi dan mencegah konflik berkepanjangan terkait status kepemilikan lahan pasca berakhirnya masa berlaku HGU.
Dalam forum yang berlangsung penuh perhatian itu, Polres Agam yang diwakili oleh Kabag Ops Kompol Bezaliel Mendrofa, S.H., M.H menyampaikan penegasan hukum terkait status lahan yang disengketakan. Menurutnya, HGU No. 1 yang dimaksud memang telah berakhir dan kini berstatus sebagai tanah negara. Namun, HGU No. 6 yang masih berada di bawah nama PT Inang Sari, tetap sah secara hukum.
“Masyarakat tidak dapat serta-merta menguasai lahan berstatus eks HGU tanpa mekanisme hukum yang jelas. Kami mengacu pada Pasal 79 Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2021 serta PP No. 20 Tahun 2021 yang mengatur penertiban kawasan dan tanah terlantar,” ujar Kabag Ops.
Ia juga menambahkan bahwa PT Inang Sari telah melaporkan adanya penguasaan lahan secara sepihak ke Polres Agam, dan saat ini tengah diproses secara hukum.
“Kami harap persoalan ini diselesaikan secara musyawarah. Tapi bila diperlukan, proses hukum tetap menjadi jalur terakhir untuk menegakkan keadilan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kabupaten Agam juga menjelaskan bahwa Pemda tidak memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan hak kelola atas tanah eks HGU, sebab urusan ini berada di ranah Kementerian ATR/BPN.
“Sampai hari ini belum ada satu pun surat resmi dari kelompok masyarakat penggarap yang mengajukan permohonan kepada Pemda. Maka kami berencana memasang plang larangan untuk mencegah kegiatan tanpa izin di atas lahan negara tersebut,” jelasnya.
Ia juga mengimbau agar tidak terjadi perpecahan atau konflik internal di Nagari Manggopoh akibat polemik ini.
Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Agam juga angkat bicara untuk menjelaskan bahwa HGU No. 1 PT Inang Sari resmi berakhir pada 31 Desember 2018. Meski perusahaan telah mengajukan perpanjangan sejak 2016, permohonan tersebut belum dapat diproses lantaran banyak persyaratan yang belum dipenuhi.
“Kami tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan tanpa delegasi dari pusat. Namun kami sampaikan, pada pertengahan Juni 2025, tim dari Kementerian ATR/BPN RI akan turun untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, legalitas penguasaan oleh masyarakat bukan merupakan domain BPN daerah, dan harus melalui mekanisme formal dari pemerintah pusat.
Dalam sesi diskusi, penasihat hukum kelompok masyarakat penggarap jagung menyampaikan keresahan warga terhadap keberadaan PT Inang Sari yang dinilai tidak memberi manfaat signifikan bagi masyarakat lokal. Mereka berpendapat bahwa tanah yang telah dikuasai masyarakat pasca habisnya HGU patut dipertimbangkan kembali kepemilikannya.
Namun pernyataan tersebut segera direspons oleh Ketua Forum Peduli Nagari Manggopoh. Ia menekankan pentingnya menjaga stabilitas sosial dan tidak memprovokasi warga.
“Kami memahami dasar hukum agraria, tapi kami juga menolak jika tanah ini dijadikan alat provokasi yang berpotensi memecah belah masyarakat kami sendiri,” tegasnya.
Kegiatan sosialisasi ini berakhir pukul 17.00 WIB dengan situasi yang aman dan terkendali. Polres Agam menyatakan siap mengawal proses penyelesaian sengketa lahan ini demi menjaga stabilitas dan mencegah benturan sosial di tengah masyarakat.
“Kami berkomitmen menjaga Harkamtibmas dan memastikan proses berjalan sesuai hukum. Kami juga mendorong semua pihak untuk menempuh jalur damai dan menghormati ketentuan yang berlaku,” tutup Kabag Ops.
(Berry).